Minggu, 03 April 2016

kontestasi menuju konfercab



MENUJU KONFERENSI CABANG JAMBI
oleh: Afriansyah
Dalam organisasi, apapun namanya organisasi tersebut, pergantian puscuk kepemimpinan adalah sebuah tanda bahwa organisasi tersebut aktip dan menunjukkan eksistensinya dalam beraktifitas, begitu pula dalam tubuh HMI, mulai dari pergantian pada struktur kedudukan tertinggi seperti Kongres, Musyawarah Daerah (Musda), Konferensi cabang (Konfercab), Musyawarah Komisariat (Muskom) dan Rapat Anggota Komisariat (Rak), kesemua ajang pergantian pucuk kepemimpinan atau ketua umum hingga restrukturisasi adalah tanda nyata bahwa organisasi HMI eksis menjalankan roda organisasi. Sebenarnya ukuran keaktifan organisasi yang disebut diatas adalah wujud eksistensi kecil dan kasat mata saja dari ukuran keaktifan yang jauh lebih menentukan dalam indicator berjalannya roda organisasi. Apalagi HMI, organisasi yang berfungsi sebagai organisasi kader tentulah perkaderan yang menjadi tolak ukur dalam eksistensinya ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perkaderan HMI adalah suatu pola aktifitas yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur hingaga mengerucut untuk mencapai tujuan yang diciptakan yaitu dalam pasal 4 AD HMI berbunyi “terbinanya insane akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT” dari tujuan tersebut segala misi keumatan dirumuskan agar cita-cita dalam menjawab tuntutan zaman dapat dilaksanakan oleh segenap kader HMI, hal ini tentu tidak terlalu sulit apabila pola yang telah disusun dapat dijalankan dengan baik oleh kader hmi, bukan kader hmi biasa melainkan kader hmi yang telah menghibahkan dirinya untuk mewujudkan cita HMI.
Konfercab dari periode ke periode selalu memunculkan akibat yang beragam, baik akibat yang menyatukan kondisi internal maupun akibat buruk yang memicu perpecahan internal. Perpecahan internal tak akan jadi masalah pada saat konfercab asal saja pada saat terpilihnya ketua baru mampu menyatukan kembali kondisi tegang saat konfercab, namun cara-cara yang dipandang sebagian kelompok katakanlah itu gerbong yang kalah menilai tak mau masuk kedalam struktur yang dipimpin oleh ketua baru adalah pilihan tepat apalagi disinyalir praktek-praktek saat konfercab tak sesuai dengan nilai kekeluargaan dan cenderung politis dalam menduduki posisi ketua umum dalam pemilihannya. Seharusnya hal ini tak perlu terjadi dalam tubuh HMI jika saja setiap kader dewasa dalam berpolitik HMI, ini karena bagian dari proses belajar dalam HMI dan wajar saja jika salah, namun perlu diingat bahwa saat sudah selesai dari status mahasiswa kita tidak kenal lagi toleransi atas kesalahan. Adagium yang melekat di HMI adalah salah dalam berproses itu wajar, karena sedang belajar,namun belajarlah dengan benar agar saat menjadi alumni tidak salah lagi. Namun jarang sekali konfercab yang mengusung gema penyatuan menjadi akibat baik dalam konfercab, bukannya mencibir pasca konfercab selalu saja ada gerbong oposisi dan gerbong koalisi yang seharusnya tak perlu terjadi, gerbong oposisi sibuk menggaungkan bahwa sejarah kelang konfercab membuatnya tak mau terlibat dalam aktifitas perkaderan satu periode kedepan dan parahnya lagi keoposisian ini disebar luas pada junior-junior yang tak tahu apa-apa hingga berakibat fatal seperti melakukan mosi tidak percaya pada cabang dengan memboikot perkaderan, tidak melaksanakan LK1, Follow Up dan aktifitas lain, miris sekali.
Hitung menghitung jumlah komisariat dan strategi yang menghalalkan segala cara sering terjadi dalam kontestasi ini, bukan saja pada tataran konfercab, ini sudah dimulai pada tataran kongres untuk menduduki posisi ketua umum PB HMI. Dari berbagai sumber pernah menyebut, jika jalur loby organisasi tak tembus dilakukan maka jalur loby asmaranisasipun dilakukan, apalagi pejabat komisariat adalah kohati. Inilah potret kelam dalam ambisi menjadi ketua umum HMI yang dewasa ini sering kali terjadi, pertanyaan pun muncul, mengapa ini bisa terjadi ?. Ada factor-faktor yang menyebabkan praktik busuk dalam menduduki jabatan strategis ini, yang pertama adalah sudah melunturnya pemahaman keislaman pada kader yang mencalonkan diri sebagai ketua umum, dan menonjolkan pergerakan politis dari pada pendekatan ukhuah islamiah. Kedua kader yang maju dalam pemilihan adalah kader yang dimotori oleh kepentingan dan berada dibawah ampuan senior, tentu tak lepas dari jeratan kepentingan jangka pendek yang berorientasi pada “periuk nasi” senior tersebut. Menciptakan figuritas yang sok kalem, baik dan berakhlak adalah hal yang biasa menjelang pemilihan, untuk itu setiap kader sudah selayaknya melihat secara keseluruhan apa motiv dan tujuan kandidat dalam maju menuju pemilihan ini, janganlah karena kedekatan emosional antara pemilik suara dngan kandidat membutakan objektifitas penilaian dan berdampak pada kemalasan dalam kemerdekaan berfikir dan kebebasan bertindak kader. Dan yang terakhir adalah terbuai dengan status “mantan ketum”, hal ini tak perlu lah dijelaskan maksudnya, karena menjadi alumni apalagi mantan ketua umum sangat jelas pengaruhnya untuk menduduki jabatan strategis dalam dunia kerja yang saya anggap ini adalah mitos, Allah pun tak akan merubah nasip suatu kaum, kalau bukan kaum itu sendiri yang merubahnya.
HMI Cabang Jambi saat ini memiliki 14 suara penuh yang tersebar dalam beberapa komisariat antara lain :
1.      Komisariat Hukum Unja 1 suara;
2.      Komisariat ekonomi Unja 1 suara;
3.      Komisariat FKIP unja 1 suara ;
4.      Komisariat pertanian unja 2 suara;
5.      Komisariat tarbiyah IAIN STS 2 suara;
6.      Komisariat syariah IAIN STS 2 suara;
7.      Komisariat Adab IAIN STS 1 suara;
8.      Komisariat hukum Unbari 1 suara;
9.      Komisariat fkip unbari 1 suara;
10.  Komisariat ekonomi unbari 1 suara;
11.  Komisariat STIE Muhammadiyah 1 suara.
Dan akan ditambah pada saat pleno 2 nanti dengan 3 suara tambahan yaitu:
1.      Komisariat peternakan unja 1 suara;
2.      Komisariat Stikes HI 1 suara;
3.      Komisariat Teknik Unari 1 suara.
Tentu bertambahnya jumlah suara yang semula 14 menjadi 17 akan membuat pertarungan menuju ketum cabang akan semakin sengit, namun kesengitan apasaja itu tak masalah terjadi asalkan menjunjung tinggi etika dan moral dalam mencapai tujuan, ingta bukan tujuan gerbong namum tujuan umat dan tujuan dalam mencapai misi HMI !.