MENUJU KONFERENSI CABANG JAMBI
oleh: Afriansyah
oleh: Afriansyah
Dalam organisasi, apapun namanya
organisasi tersebut, pergantian puscuk kepemimpinan adalah sebuah tanda bahwa
organisasi tersebut aktip dan menunjukkan eksistensinya dalam beraktifitas,
begitu pula dalam tubuh HMI, mulai dari pergantian pada struktur kedudukan
tertinggi seperti Kongres, Musyawarah Daerah (Musda), Konferensi cabang
(Konfercab), Musyawarah Komisariat (Muskom) dan Rapat Anggota Komisariat (Rak),
kesemua ajang pergantian pucuk kepemimpinan atau ketua umum hingga
restrukturisasi adalah tanda nyata bahwa organisasi HMI eksis menjalankan roda
organisasi. Sebenarnya ukuran keaktifan organisasi yang disebut diatas adalah
wujud eksistensi kecil dan kasat mata saja dari ukuran keaktifan yang jauh
lebih menentukan dalam indicator berjalannya roda organisasi. Apalagi HMI,
organisasi yang berfungsi sebagai organisasi kader tentulah perkaderan yang
menjadi tolak ukur dalam eksistensinya ditengah kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Perkaderan HMI adalah suatu pola
aktifitas yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur hingaga mengerucut untuk
mencapai tujuan yang diciptakan yaitu dalam pasal 4 AD HMI berbunyi “terbinanya
insane akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung
jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT” dari
tujuan tersebut segala misi keumatan dirumuskan agar cita-cita dalam menjawab
tuntutan zaman dapat dilaksanakan oleh segenap kader HMI, hal ini tentu tidak
terlalu sulit apabila pola yang telah disusun dapat dijalankan dengan baik oleh
kader hmi, bukan kader hmi biasa melainkan kader hmi yang telah menghibahkan
dirinya untuk mewujudkan cita HMI.
Konfercab dari periode ke periode
selalu memunculkan akibat yang beragam, baik akibat yang menyatukan kondisi
internal maupun akibat buruk yang memicu perpecahan internal. Perpecahan
internal tak akan jadi masalah pada saat konfercab asal saja pada saat
terpilihnya ketua baru mampu menyatukan kembali kondisi tegang saat konfercab,
namun cara-cara yang dipandang sebagian kelompok katakanlah itu gerbong yang
kalah menilai tak mau masuk kedalam struktur yang dipimpin oleh ketua baru
adalah pilihan tepat apalagi disinyalir praktek-praktek saat konfercab tak
sesuai dengan nilai kekeluargaan dan cenderung politis dalam menduduki posisi
ketua umum dalam pemilihannya. Seharusnya hal ini tak perlu terjadi dalam tubuh
HMI jika saja setiap kader dewasa dalam berpolitik HMI, ini karena bagian dari
proses belajar dalam HMI dan wajar saja jika salah, namun perlu diingat bahwa saat
sudah selesai dari status mahasiswa kita tidak kenal lagi toleransi atas
kesalahan. Adagium yang melekat di HMI adalah salah dalam berproses itu wajar,
karena sedang belajar,namun belajarlah dengan benar agar saat menjadi alumni
tidak salah lagi. Namun jarang sekali konfercab yang mengusung gema penyatuan
menjadi akibat baik dalam konfercab, bukannya mencibir pasca konfercab selalu
saja ada gerbong oposisi dan gerbong koalisi yang seharusnya tak perlu terjadi,
gerbong oposisi sibuk menggaungkan bahwa sejarah kelang konfercab membuatnya
tak mau terlibat dalam aktifitas perkaderan satu periode kedepan dan parahnya
lagi keoposisian ini disebar luas pada junior-junior yang tak tahu apa-apa
hingga berakibat fatal seperti melakukan mosi tidak percaya pada cabang dengan
memboikot perkaderan, tidak melaksanakan LK1, Follow Up dan aktifitas lain,
miris sekali.
Hitung menghitung jumlah komisariat
dan strategi yang menghalalkan segala cara sering terjadi dalam kontestasi ini,
bukan saja pada tataran konfercab, ini sudah dimulai pada tataran kongres untuk
menduduki posisi ketua umum PB HMI. Dari berbagai sumber pernah menyebut, jika
jalur loby organisasi tak tembus dilakukan maka jalur loby asmaranisasipun
dilakukan, apalagi pejabat komisariat adalah kohati. Inilah potret kelam dalam
ambisi menjadi ketua umum HMI yang dewasa ini sering kali terjadi, pertanyaan
pun muncul, mengapa ini bisa terjadi ?. Ada factor-faktor yang menyebabkan
praktik busuk dalam menduduki jabatan strategis ini, yang pertama adalah sudah
melunturnya pemahaman keislaman pada kader yang mencalonkan diri sebagai ketua
umum, dan menonjolkan pergerakan politis dari pada pendekatan ukhuah islamiah.
Kedua kader yang maju dalam pemilihan adalah kader yang dimotori oleh
kepentingan dan berada dibawah ampuan senior, tentu tak lepas dari jeratan
kepentingan jangka pendek yang berorientasi pada “periuk nasi” senior tersebut.
Menciptakan figuritas yang sok kalem, baik dan berakhlak adalah hal yang biasa
menjelang pemilihan, untuk itu setiap kader sudah selayaknya melihat secara
keseluruhan apa motiv dan tujuan kandidat dalam maju menuju pemilihan ini,
janganlah karena kedekatan emosional antara pemilik suara dngan kandidat
membutakan objektifitas penilaian dan berdampak pada kemalasan dalam
kemerdekaan berfikir dan kebebasan bertindak kader. Dan yang terakhir adalah
terbuai dengan status “mantan ketum”, hal ini tak perlu lah dijelaskan
maksudnya, karena menjadi alumni apalagi mantan ketua umum sangat jelas
pengaruhnya untuk menduduki jabatan strategis dalam dunia kerja yang saya
anggap ini adalah mitos, Allah pun tak akan merubah nasip suatu kaum, kalau
bukan kaum itu sendiri yang merubahnya.
HMI Cabang Jambi saat ini memiliki
14 suara penuh yang tersebar dalam beberapa komisariat antara lain :
1. Komisariat
Hukum Unja 1 suara;
2. Komisariat
ekonomi Unja 1 suara;
3. Komisariat
FKIP unja 1 suara ;
4. Komisariat
pertanian unja 2 suara;
5. Komisariat
tarbiyah IAIN STS 2 suara;
6. Komisariat
syariah IAIN STS 2 suara;
7. Komisariat
Adab IAIN STS 1 suara;
8. Komisariat
hukum Unbari 1 suara;
9. Komisariat
fkip unbari 1 suara;
10. Komisariat
ekonomi unbari 1 suara;
11.
Komisariat STIE Muhammadiyah 1 suara.
Dan akan ditambah pada saat pleno 2 nanti dengan 3
suara tambahan yaitu:
1. Komisariat
peternakan unja 1 suara;
2. Komisariat
Stikes HI 1 suara;
3.
Komisariat Teknik Unari 1 suara.
Tentu bertambahnya jumlah suara yang semula 14
menjadi 17 akan membuat pertarungan menuju ketum cabang akan semakin sengit,
namun kesengitan apasaja itu tak masalah terjadi asalkan menjunjung tinggi
etika dan moral dalam mencapai tujuan, ingta bukan tujuan gerbong namum tujuan
umat dan tujuan dalam mencapai misi HMI !.